Kahlil Gibran Versi Bahasa Indonesia

KEMATIAN SEBUAH BANGSA

Karya Kahlil Gibran

Bangsaku berlalu, tapi aku tetap ada, mereka meratap dalam kesendirianku. Kematian adalah sahabatku, dan dalam kematian dalam hidupku bukanlah apa-apa, kecuali malapetaka besar.

Bukit-bukit kecil negeriku terendam air mata dan darah, karena bangsa dan kekasihku berlalu, dan aku di sini, hidup seperti yang aku lakukan ketika bangsa dan kekasihku menikmati hidup dan karunia kehidupan, ketika perbukitan negeriku diberkahi dan diliputi cahaya surya.

Bangsaku mati karena kelaparan, dan dia tak binasa karena penderitaan kelaparan dibunuh dengan pedang dan aku dinegeri yang jauh, mengembara ditengah-tengah bangsa yang begembira, dan tidur di atas ranjang-ranjang lembut, dan tersenyum pada hari-hari. Sementara hari-hari tersenyum padanya.

Bangsaku mati kesakitan dan kematian yang memalukan, di sini aku hidup makmur dan damai. Inilah tragedi mendalam yang selalu bermain di atas panggung hatiku; sedikit orang yang mau menyaksikan drama ini, karena bangsaku serupa burung-burung dengan sayap-sayap patah yang ditinggal di belakang oleh kawannya.

Jika aku lapar dan hidup ditengah bangsaku yang sangat lapar, tersiksa di tengah bangsaku yang tertindas, dibebani hari-hari hitam yang akan lebih bercahaya di atas mimpi-mimpiku yang resah, dan kegelapan malam yang akan berkurang gelapnya di hadapan mataku yan kososng dan ratapan hati dan jiwaku yang luka. Karena ia sama-sama menanggung duka cita dan penderitaan mereka dengan bangsanya akan merasakan kesenangan tertinggi yang hanya diciptakan oleh penderita dalam pengorbanannya.

Tapi aku tidak hidup bersama kelaparanku dan menganiaya orang-orang yang berjalan dalam arak-arakan kematian menuju kesyahidan. Aku di sini di seberang lautan luas hidup dalam bayangan kesentosaan dan dalam cahaya matahari kedamaian. Aku jauh dari arena yang menyedihkan dan menderita, tak bisa membanggakan sesuatu, karena bukan dari air mataku sendiri.

Apa yang bisa dibuat seorang putra terbuang untuk bangsa yang mati kelaparan, dan apa nilai untuk mereka yang meratapi seorang penyair yang tiada? Inilah malapetakaku, dan inilah malapetaka bisu yang membawa penghinaan ke depan jiwaku dank e depan hantu-hantu malam. Inilah tragedi penderitaan yang mengunci lidahku, mengikat tanganku, dan menawan diriku merebut kekuatan, keinginan dan tindakan. Inilah kutukan yang menyala pada keningku di hadapan Tuhan dan manusia.

Kerap kali mereka berkata padaku, “Bencana negerimu tak kan berarti bagi kesentosaan dunia.  Butir air mata dan darah bangsamu tidak berarti bagi bengawan darah dan air mata di lembah ngarai dan daratan-daratan bumi.ya, tapi kematian bangsaku adalah dakwaan diam; itulah sebabnya kejahatan-kejahatan yang disusun oleh kepala-kepala ular tak Nampak, itulah nyanyian dan adegan yan menyedihkan. Jika bangsaku melawan raja lalim dan penindaas hingga gugur sebagai pemberontak, aku telah berkata, “ Mati demi kemerdekaan lebih mulia daripada hidup dalam bayangan kepasrahan lemah, karena dia yang memeluk kematian dengan pedang kebenaran di tangannya akan mengabdi bersama keabadian kebenaran, karena kehidupan lebih lemah daripada kematian dan kematian lebih lemah daripada kebenaran.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke-9

Kesulitan Peserta Didik dalam Belajar Bahasa Inggris

Teks Pidato Bahasa Inggris Perwakilan MTs Al Hidayah Kuantan Singingi Riau dalam Rangka Lomba Porsema ke-VIII tahun 2019